Beberapa waktu lalu, pemerintah resmi melarang peredaran pakaian bekas impor (thrifting) di Indonesia. Tujuannya jelas: melindungi industri fashion lokal dan mencegah masuknya barang ilegal yang bisa merugikan ekonomi nasional.
Namun, di sisi lain, banyak pedagang thrifting yang kini kebingungan. Pasalnya, bisnis yang sudah berjalan bertahun-tahun mendadak harus berhenti. Tapi tenang — larangan ini bukan akhir segalanya, justru bisa jadi awal peluang baru kalau kamu tahu cara menyesuaikan strategi.
💡 1. Ubah dari “Thrifting” ke “Kurasi Fashion Lokal”
Pelanggan thrift pada dasarnya suka barang unik dan bergaya — bukan semata-mata karena bekas.
Gunakan pemahaman itu untuk mengkurasi produk dari brand lokal kecil, terutama yang bergaya vintage atau streetwear.
Kamu tetap bisa jadi “kurator fashion,” hanya saja sekarang fokusnya ke produk lokal dan legal.
Contoh: ganti konsep toko dari “Thrift Store” jadi “Local Curated Fashion Store”.
đź‘• 2. Rework dan Upcycle Baju Bekas
Kalau kamu masih punya stok lama, jangan buang!
Gunakan kreativitas untuk rework atau upcycle — misalnya ubah kemeja bekas jadi totebag, celana jadi rok, atau tambahkan desain bordir unik.
Tren sustainable fashion lagi naik banget, dan produk hasil rework justru bisa punya nilai jual lebih tinggi.
đź§µ 3. Kolaborasi dengan Brand Fashion Lokal
Daripada bersaing, kenapa tidak berkolaborasi?
Banyak brand lokal yang butuh exposure, sementara kamu punya audiens loyal dari bisnis thrifting.
Kamu bisa bantu jual produk mereka secara konsinyasi, atau bahkan bantu mereka “branding” dengan gaya thrift yang khas.
📱 4. Bangun Brand Sendiri
Kamu sudah tahu selera pasar, gaya, dan tren fashion — itu modal besar!
Gunakan pengalaman itu untuk mulai brand fashion kecil milikmu sendiri.
Mulai dari skala kecil dulu: sablon kaos, jaket, atau totebag dengan desain unik dan storytelling khas “mantan thrifter”.
Inget: banyak brand besar lahir dari reseller kecil yang berani punya ciri khas sendiri.
🚀 5. Jualan Online dan Edukasi Audiens
Kalau selama ini kamu hanya jual lewat pasar offline, sekarang saatnya naik level ke digital.
Gunakan media sosial untuk edukasi:
- Bahas tren fashion lokal
- Ceritakan proses rework produkmu
- Tunjukkan nilai keberlanjutan dari produk yang kamu jual
Audiens thrift itu suka cerita dan gaya hidup, bukan cuma produk. Jadi, bangun narasi yang kuat di kontenmu.
đź’¬ Kesimpulan
Larangan thrifting memang mengguncang banyak pedagang, tapi bukan berarti bisnis fashion harus berhenti.
Justru ini saatnya bertransformasi dan naik kelas.
Dengan kreativitas, kolaborasi, dan strategi digital yang tepat, kamu bisa tetap bertahan — bahkan tumbuh lebih besar dari sebelumnya.
Ingat: tren boleh berubah, tapi gaya dan semangat bisnis gak akan pernah punah. đź’Ş


